“Jihad dan perlawanan satu-satunya cara membebaskan tanah air
kami, bukan lewat perundingan atau tawar menawar,” ucap Ahmad
al-Jaabari.
Mobil Honda Civic abu-abu tengah melaju di Jalan Bioskop Nasr, sebuah
gang di sepanjang Jalan Umar al-Mukhtar di Kota Gaza sekitar pkul lima
sore. Dua penumpangnya bukan orang sembarangan, mereka adalah Ahmad
al-Jaabari, komandan Brigade Izzudin al-Qassam (sayap militer Hamas) dan
putranya.
Rupanya, mobil itu sudah dalam bidikan jet tempur Israel. Dalam
hitungan detik, rudal meluncur dan menghantam sasaran. Ledakan hebat
terjadi, Mobil nahas itu hancur dan hangus terbakar. Dua penumpangnya
tewas di lokasi kejadian. Mayatnya langsung dilarikan ke Syifa, rumah
sakit terbesar di Gaza.
Suasana kemarin sore di seantero Jalur Gaza memang cukup mencekam.
Jet tempur dan pesawat intai Israel berseliweran di atas langit. Mereka
membombardir sasaran mencurigakan sebagai balasan atas lebih dari
seratus roket ditembakkan pejuang Palestina sejak akhir pekan lalu ke
arah selatan negara Zionis itu.
Insiden itu menewaskan sang jenderal, demikian Jaabari biasa disapa
anak buahnya dan para pendukung Hamas di Gaza. “Jaabari hidup seperti
syuhada sedang menunggu maut,” kata seorang ajudannya kepada kantor
berita Reuters.
Shin Beth (dinas rahasia dalam negeri Israel) mengungkapkan Jaabari
selamat dalam serangan udara atas rumahnya pada 2004. Insiden itu
menewaskan enam orang, yakni putra sulungnya, Muhammad, satu kakak, dan
empat sepupunya. Di tahun itu pula, serangan rudal Israel berhasil
membunuh dua pentolan Hamas: Syekh Ahmad Yassin dan Abdul Aziz
al-Rantissi.
Menurut Shin Beth, Jaabari merupakan otak dari penculikan tentara
Israel, Gilad Shalit, pada 2006. Lima tahun kemudian, ia ikut berunding
dalam pertukaran tahanan antara Shalit dan 1.047 tawanan Palestina di
penjara Israel. Untuk pertama kalinya, dia muncul di hadapan publik
dengan berpakaian sipil saat mengantar Shalit ke Mesir. Sejak itu, foto
dirinya tersebar ke seluruh dunia.
Pujian membanjiri Hamas, termasuk Jaabari. Namun bagi lelaki 52 tahun
ini, kesepakatan itu seperti vonis mati buat dirinya. “(Sejak itu) dia
selalu berbicara soal mati syahid, namun dia merasa Israel menunggu
hingga Shalit dibebaskan,” ujar orang kepercayaan Jaabari yang menolak
menyebut namanya ini.
Sejumlah pejabat Israel menuding Jaabari Jaabari membiayai dan
merencanakan serangan-serangan terhadap Israel. Presiden Shimon Peres
menyebut dia sebagai pembunuh massa saat berbincang lewat telepon dengan
Presiden Amerika Serikat barack Hussein Obama.
Jaabari mendekam di penjara Israel pada 1982-1985 karena terlibat
serangan atas negara Bintang Daud itu saat dia masih bergabung dengan
Fatah, sebelum beralih ke Hamas. Jabatan resminya wakil dari Muhammad
Daif, komandan Brigade Izzudin al-Qassam. Beberapa tahun belakangan dia
mengambil alih tongkat komando setelah Daif luka parah akibat serangan
Israel.
Lelaki beristri dua ini memiliki 14 anak. Dia dilahirkan di sebelah
timur Kota Gaza. Menurut seorang sahabatnya biasa dipanggil Abu Dujana,
Jaabari sangat saleh dan menolak hal-hal lumrah, termasuk tidak menonton
acara televisi yang presenternya tidak bercadar. Dia keras kepala dan
menolak kompromi.
Seperti pentolan Hamas lainnya, Jaabari menolak keberadaan Israel.
“Jihad dan perlawanan satu-satunya cara membebaskan tanah air kami,
bukan lewat perundingan atau tawar menawar,” ucapnya saat wawancara
khusus dengan Reuters, September 2005. “Kami bakal melanjutkan perjuangan tak peduli akibatnya, pada akhirnya Allah akan memberi kami kemenangan.”
Sayang, Jaabari keburu mengembuskan napas terakhir sebelum bisa menyaksikan Israel lenyap dari tanah Palestina.
Al Arabiya/New York Times/the Telegraph/Faisal Assegaf