[button color=”” size=”” type=”outlined” target=”” link=””]Konsultasi Fikih Wanita[/button]
[button color=”” size=”” type=”square_outlined” target=”” link=””]Pertanyaan[/button]
Assalamualaikum,
Ibu Herlini, saya pertama kali mendapatkan haid pada umur 15 tahun. Saat itu pikiran saya masih kekanak-kanakan dan pengetahuan agama saya sangat kurang. Puasa saya lakukan atas dasar ikut-ikutan saja, saat Ramadan tiba, kegembiraan saya semakin bertambah apabila mendapatkan haid karena boleh tidak ukut berpuasa. Saat itu saya tidak pernah menggantikan puasa yang tertingga itu. Selain belum paham juga merasa tidak terbebani akan kewajiban menggantikan puasa tersebut. Sampai saat ini (sekarang saya berumur 23 tahun) saya sudah tidak ingat lagi berapa hari puasa yang harus saya ganti.
Ummi, Ramadan ini saya ingin mendapatkan pengampunan dari Allah Swt., saya ingin mengganti puasa tersebut dan menunaikan dengan sebaik-baiknya.
- Masih bisakah saya mengqodho puasa tersebut. Bagaimana cara menghitung hari-hari puasa yang harus diganti karena saya sudah tidak ingat lagi jumlahnya?
- Dapatkah saya menggabungkan pelaksanaan puasa qodho tersebut dengan puasa Senin Kamis, puasa sunnat lainnya atau dengan puasa nazar?
- Bagaimana niat puasa tersebut apabila dikerjakan secara tunggal (hanya membayar puasa Ramadan saja) dan apabila dengan puasa sunah lainnya?
- Apakah saya harus membayar fidyah? Kalau ya, bagaimana ketentuannya? Dan bagaimana bila saya tidak mampu membayar fidya tersebut?
- Benarkah bilah berpuasa hari Jumat, maka pada Sabtunya wajib berpuasa juga? Adakah puasa yang diselang seling satu hari?
- Hari-hari apa saja yang diharamkan berpuasa?
Terima kasih atas segala perhatian Ummi, semoga Allah memberikan balasan/pahala yang setimpal atas kebajikan yang telah kita perbuat dan memasukkan kita dalam golongan orang-orang yang bertakwa.
baca juga: Keramas jelang Ramadan?
Dwi Ingrini – Jl. H. Hasan Basri Samarinda Kalimantan Timur
[button color=”” size=”” type=”square_outlined” target=”” link=””]Jawaban[/button]
Waalaikumussalam Warahmatullahi wabarakatuhu
Seharusnya orangtua melatih anak melaksakan shaum sejak kecil, sehingga saat akil baliqh sudah memahami kewajiban tersebut. Imam Syafi’i membolehkan orang tua memukul anaknya yang tidak menjalankan ibadah shaum ketika sang anak berusia 10 tahun, sama halnya ketika ia meninggalkan shalat. Tujuannya agar sang akan dapat mempelajari hukum-hukum ibadah sejak masa pertumbuhannya, sehingga ketika baligh ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah. Di masa Rasulullah Saw., anak-anak kecil sudah dilatih untuk shaum, ketika mereka menangis minta makan, orang tuanya membujuk dengan permainan yang membuat mereka lupa akan haus dan lapar.
baca juga: Haid yang tidak lancar dan berhari hari, menentukan haid atau bukan?
Baik Ummi akan menjawab pertanyaan nanda:
- Tentu saja nanda masih bisa mengqodho’ shaum nanda yang belum tergantikan tersebut, walaupun nandah lupa dengan jumlahnya.
- Nanda bisa melakukannya dengan shaum setiap Senin dan Kamis atau shaum sunah lain yang sebaiknya dilakukan secara rutin. Mudah-mudahan Allah Swt., berkenan mengampuni ketidaktahuan nanda di masa lalu.
- Nanda dapat saja menggabungkan pelaksanaan shaum qodho’ dengan shaum Senin-Kamis atau shaum sunah lainnya, tapi tidak dengan shaum nazar (Nazar adalah suatu tindakan mewajibkan diri sendiri, dimana suatu hal tersebut sebenarnya tidak diwajibkan syariat kepadanya). Shaum nazar tersebut hukumnya wajib, dan antara dua kewajiban (seperti misalnya kewajiban melaksanakan nazar berupa shaum dengan kewajiban qodho’ Ramadan) tidak dapat digabungkan, masing-masing berdiri sendiri dan ditunaikan secara sendiri-sendiri.
- Niat adalah kemauan yang tertuju terhadap perbuatan karena mengharapkan keridhaan Allah. Ia merupakan perbuatan hati semata. Dan tidak ada sangkut pautnya dengan lisan dan mengucapkannya tidaklah disyariatkan (Hadis riwayat Jama’ah: Sabda Rasulullah Saw., “Semua perbuatan itu adalah dengan niat dan setiap manusia akan mendapat apa yang telah diniatkannya”). Jadi nanda bisa berniat qodho shaum Ramadan di dalam hati saja, itu sudah cukup. Mudah-mudahan Allah memberikan pahala shaum sunah kaena shaumnya di hari Senin-Kamis. Atau nanda bisa juga sekaligus berniat shaum sunah Senin-Kamis, dan kewajiban itu lebih utama dari pada yang sunah.
- Bagi orang yang belum sempat membayar qodho’ Ramadan kaerna berhalangan secara syar’i dan telah datang Ramadan berikutnya, maka ijma’ ulama tidak mempermasalahkannya. Namun jika tidak ada alasan syar’i maka ada dua pendapat dalam hal ini. Malik, Tsauriy, Syafi’i, Ahmad dan lainnya mengatakan. Ia mesti memberi makan orang miskin (membayar fidyah) setiap hari (sebanyak shaum yang tertinggal) sebagai kaffarat atas keterlambatannya, dan ia pun wajib membayar qodho’ shaum tersebut. Ketetapan hukum ini berdasarkan kabar (berita) dari beberapa sahabat Nabi Saw., An-Nakha’iy, Abu Hanifah dan sahabatnya berpendapat bahwa kewajiban membayar fidyah tidak pernah ada pada zaman Nabi dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Menghadapi dua perbedaan ini, Dr. Yusuf Qordhowi memberikan jalan tengah, yakni bagi yang terlambat membayar qodho shaum Ramadan sampai datang waktu Ramadan berikutnya, maka ia wajib membayar qodho’ tersebut dan hanya sunnah membayar fidyah, sebab jika fidya tersebut wajib maka memerlukan nash dari nabi, padahal nash tersebut tidak pernah ada. Jika nanda memang tidak mampu membayar fidyah maka kewajiban nanda hanya membayar qodho’ saja.
baca juga: Bolehkah menghilangkan kumis wanita dengan metode laser?
- Benar berdasarkan hadis Muttafaqun alaihi, Nabi Saw., bersabda “Janganlah salah seorang di antara kamu shaum khusus pada hari Jum’at, kecuali ia telah shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.
Shaum selang seling dinamakan shaum Nabi Daud. Ini merupakan shaum sunnah sebagai mana sabada Nabi Saw., kepada Abdullah bin Amr al-Ash dalam hadis Muttafaqun alaihi:
Shaumlah satu hari dan berbukalah satu hari berikutnya, yang demikian itu merupakan shaum Nabi Daud dan merupakan shaum yang baik, kemudian aku (Abdullah bin Amr bin al-Ash) berkata: Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu, maka Nabi Saw., pun menjawab: Tidak ada yang lebih baik dari itu.
- Hari-hari yang diharamkan untuk shaum antara lain adalah pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dan 3 hari sesudah hari raya Idul Adha yaitu tanggal 11, 12, 13 bulan Haji.
Mudah-mudahan jawaban ini dapat dipahami, Untuk lebih jelas nanda dapat juga membaca buku Fikih Sunnah Sayyid Sabiq atau lebih spesifik lagi tentang shaum adalah buku Fikih Shiyamnya DR. Yusuf Qordhawi.